WAKTU LUANG DI MASA PANDEMI: SEBUAH RESISTENSI?




  

Saat ini kita menjalani tatanan sosial 'baru' guna menyesuaikan dengan masa pandemi. Sebagian wajah harus ditutup masker sehingga lipstik merona, senyuman manis, hembusan nafas yang harum harus dibalut dengan masker tiga lapis. Tapi sejujurnya itu tidaklah mematikan kenikmatan untuk berkunjung ke pusat perbelanjaan dan menikmati waktu luang. (saya tidak mau menyinggung untuk berbicara sekolah atau kampus yang masih tutup, hehe). Tak bisa dipungkiri sejak dibukanya pusat perbelanjaan, masyarakat seakan berhamburan di dalamnya.Tapi tidak berpusat di dalam pusat perbelanjaan, rentetan kafe di kawasan sudah ramai (dengan memperhatikan protokoler kesehatan! *Semoga). Rumah kopi atau "coffee shop" juga termasuk menjadi sarana waktu luang yang mengasyikkan ketika PSBB atau masa "stay at home" diakhiri oleh pemerintah. Tapi, masih ada yang kurang, bioskop belum dibuka yang membuat para penikmat film layar lebar harus bersabar dan perlu bersyukur menikmati film di layar hp, layar tab, layar laptop, layar pc dan layar-layar lainnya. 

Masa karantina yang dihabiskan dalam rumah sudah berlalu dan kebosanan "stay at home" tinggallah cerita. Kita sekarang sudah diberikan "priviledge" menikmati waktu luang di luar rumah dengan nilai dan norma yang menyesuaikan dengan kondisi khas pandemi. Kita bercanda, kita tertawa, kita berkumpul dengan jarak yang diatur khusus. Tapi soal itu saya tidak berani menjamin, karena menurut pengamatan saya yang tidak hemat, sebagian orang tidak berjarak karena mungkin mereka lelah untuk berjauhan. Masyarakat pada umumnya disaat menjalani konsumsi waktu luang seakan tenggelam dalam kondisi sebagai makhluk sosial yang harus melakukan kontak dan interaksi dalam jarak yang terlampau dekat.  

 Menjalani masa pandemi (sebagai info juga sedikit lagi kita akan menyambut hari raya khususnya hari Natal dan Tahun Baru) bisa kita lihat yah di beberapa tempat sudah ramai pengunjung. Meski resesi ekonomi terus digaungkan tapi megahnya pesta konsumsi begitu nampak, mungkin saja karena konsumen yang begitu aktif untuk menuntaskan kebosanan personal dan komunitas. Pesta konsumsi untuk menikmati waktu luang seakan menjadi bentuk resistensi terhadap kondisi pandemi yang penuh polemik. Apakah ini penanda masyarakat sudah mulai bosan dengan pemberitaan yang penuh intrik, lingkaran info mengenai konspirasi yang sulit terputus, peraturan untuk berkumpul dan menjaga jarak yang "ngaret", sampai penentuan status pasien positif dan negatif yang indikator atau limitasinya yang sulit diprediksi. Implikasinya, menikmati waktu luang bersama teman-teman di kafe atau sekedar menikmati pemandangan objek wisata menjadi jalan keluar. Saya juga mau menyertakan ada juga yang waktu luang ditemani hiburan film, drakor, drabol, dan sinetron Indosiar "KuMenangis" kayaknya itu harus saya tulis juga (karna itu termasuk kegiatan konsumsi di waktu luang).  

Waktu luang pada akhirnya bisa menjadi stimulus untuk meredakan gundah dalam penantian vaksin yang membutuhkan proses untuk layak dugunakan. Selain itu, bisa menjadi distraksi yang menyenangkan untuk mengalihkan kita dari problema di masa pandemi. Apalagi bagi mereka yang sangat menyukai keramaian atau suka bergaul namun maunya bertemu langsung tanpa difasilitasi oleh kecanggihan teknologi. Kita bisa menggunakan waktu luang bersama keluarga dan teman-teman di luar rumah sebagai jawaban. Sadar atau tidak, kita juga mendukung pertumbuhan ekonomi oleh pemilik usaha atau UMKM dan pekerja di dalamnya yang pendapatan mereka sempat menurun karena pandemi. Tapi kita harus kreatif mengeluarkan uang untuk waktu luang, janganlah pendapatan mereka mengalami kenaikan namun kita yang menipis dompetnya. Intinya, harus bijak untuk melakukan konsumsi di waktu luang. 

Waktu luang dapat memfasilitasi kita untuk membangun kembali relasi yang sempat terputus *mungkin, juga mengobati rindu akan kebersamaan. Tapi, agak miris juga ketika protokoler kesehatan hanya sebatas peringatan di atas kertas. Maka kita harus menjadikan waktu luang itu punya makna. Apakah itu sebagai bentuk resistensi untuk melawan ketidakpastian di masa pandemi? kita tetap harus berpikir jernih untuk bertindak ketika menikmati waktu luang. Meski, kita memang tidak tahu dari mana datangnya virus, tidak tahu lagi kapan tatanan norma yang memang normal seperti sediakala dapat dilakukan. Tapi, kita tahu bersama kita sama-sama berjuang. Kita bisa saja skeptis dan terus bertanya, mengapa? tapi janganlah kita menjadi apatis, sehingga kondisi ini sulit untuk berakhir. Selamat menikmati waktu luang Guys!


*Sebuah tulisan dari rumah kopi di tengah kawasan Megamas (bentuk pengalihan dan istirahat otak dari kemumetan,hehe)

Comments

Popular posts from this blog

Perempuan dengan Pilihan untuk Menulis (Hanya Menulis Saja! Titik!)

Perempuan dan Pilihan-Pilihan: Menarasikan Pilihan “Waithood” dan “Childfree”

Tugas Akhir Menggapai Gelar: Perjuangan, Perayaan, dan Penelitian